Panas terik 21 november 2014 pukul 13.00 tak
menyurutkan semangat kami, sepeda motor mulai bergerak dari jalan semarang
menuju ke desa Ngadas. Kloter pertama tim biru hanya berangkat 3 motor, lebih
sedikit dari kloter kedua, pukul 16.00. Setelah menempuh sekitar 1 jam lebih,
kami sengaja berhenti sejenak di dekat gapura “kawasan Tengger Bromo Semeru”
untuk sekedar istirahat dan berfoto ria.
Udara dingin mulai terasa saat mulai memasuki kawasan coban pelangi dan
semakin menjadi-jadi saat tiba di Ngadas. Selepas dari gapura , Saya dan Zaki
berangkat dahulu dari teman yang lain sehingga datang lebih dahulu dan tak tahu
kalau motor teman kami mogok.
Sesampainya di Balai Desa Saya menengok sebentar kearah sekolah dan ada anak kelas 6 yang memberitahu kami bahwa besok sekolah libur karena guru-guru ada rapat di kecamatan. Jujur saja berita itu tentu membuat shocked dan pikiran-pikiran negatif tentang pembelajaran mulai terbayang-bayang. Lalu kami bertujuh—Saya, Zaki, Mas Andree, Mbak Zizah, Annisa, Fitri dan Mas Bagus silaturahmi ke salah satu guru SDN 01 Ngadas untuk membicarakan hal itu. Kami dan Bu Widji pun sepakat untuk tetap mengadakan pembelajaran tapi di luar jam sekolah dan tidak menggunakan seragam.
Ada yang unik dari anak-anak di Ngadas ini, karena saat kami hanya memberitahukan info tersebut pada beberapa anak , tidak lama kemudian bisa menyebar ke banyak anak, hanya bermodalkan mulut ke mulut. Itulah salah satu kemudahan hidup di desa yang erat rasa kekeluargaannya, kontras sekali dengan kehidupan kota yang lebih memilih menggunakan segala aspek dunia maya.
Pukul 05.00 pagi , langit Ngadas mulai terlihat cantik. Matahari muncul malu-malu siap menyinari segala kegiatan hari ini. Kami memutuskan untuk pergi ke Jemplang sebentar untuk foto-foto kemudian berkunjung ke vihara. Oya, kehidupan beragama disini saya rasa juga sangat unik dan patut dicontoh. Dimana mereka hidup bersatu dalam lingkungan yang menganut keyakinan berbeda-beda. Mayoritas Islam, Hindu dan Budha. Yang menakjubkan lagi , Saya melihat bangunan masjid yang sangat bagus di sekitar Balai Desa , kemudian naik keatas sedikit ada bangunan Vihara dan Pura yang jaraknya tidak terlalu jauh. Begitulah perbedaan yang menciptakan keharmonisan.
Puas berfoto-foto kami segera kembali ke Balai desa untuk sarapan dan menyiapkan media pembelajaran. Dan ternyata murid-murid datang pukul 07.00, padahal pembelajaran baru dimulai pukul 10.00. Waktu luang tersebut saya manfaatkan untuk bermain dengan mereka. Sesederhana bermain kotak pos kami pun bisa tertawa bersama-sama. Sungguh , tawa itu sangat sederhana. Saya juga menyempatkan bertanya-tanya budaya di Ngadas ini karena beberapa kali melihat anak laki-laki memakai tindik di telinga, rupanya itu suatu simbol untuk anak yang lahir di hari Wage. Kemudian saya juga melihat anak laki-laki yang rambutnya panjang tapi Cuma sedikit, mereka bilang itu anak keturunan semar. Dimana saat mereka telah sunat maka rambut panjang yang sedikit itu akan di potong. Jika sebelum sunat sudah dipotong maka anak itu bisa sakit. Tapi saya belum tau persis apa yang dimaksud keturunan semar itu.
Disela-sela pertanyaan yang begitu membuat saya penasaran , adik-adik tersebut sudah minta dimulai pelajaran dan mengancam akan pulang. Mereka bilang saat siang meraka harus pergi ke ladang untuk mencari rumput. Di Desa Ngadas seluruh anak , entah itu laki-laki atau perempuan keduanya terbiasa pergi ke ladang. Hal ini membuat mindset mereka untuk belajar sangat rendah karena mereka berfikir bahwa mereka akan menjadi petani juga. Kenyataannya saat saya Tanya kebanyakan dari mereka memang memilih menjadi petani. Alasannya karena mereka hanya ingin sekolah sampai SMP.
Saya terharu saat ada salah satu anak bilang bahwa bercita-cita menjadi seorang guru, kemudian teman lainnya mencela kenapa harus jadi guru, yang mereka tahu untuk jadi guru mereka harus belajar dan sekolah lebih dari SMP. Dan itu sangat sulit untuk mereka.
Karena mereka terus merengek minta masuk akhirnya kami putuskan untuk masuk kelas lebih awal. Di SDN 01 Ngadas ruang kelas hanya ada 5, satu ruang untuk kelas 1-2 tanpa sekat , satu ruang untuk kelas 3-4 dengan sekat kayu , satu ruang kelas 5, satu ruang kelas 6 , dan satu kantor. Disini saya mengajar kelas 4 dan Gita mengajar kelas 3. Namun karena murid yang datang tidak penuh akhirnya kami sepakat untuk menggabungkan kelas 3 dengan kelas 4.
Anak-anak perempuan duduk dibelakang dan anak laki-laki duduk pada barisan depan dengan jumlah lebih banyak dari murid perempuan. Setelah diselidik ternyata sebagian dari mereka adalah murid kelas 5 yang kabur karena tidak mau belajar bahasa Inggris. Setelah perdebatan panjang dan perekelahian antar siswa akhirnya mereka bisa keluar dan tinggal siswa kelas 3 dan 4 yang berjumlah sekitar 20 anak.
Hari ini pengajaran dimulai dengan membuat keterampilan pesawat dari botol bekas. Sebenarnya mereka mulai antusias ketika saya menjelaskan tentang cara membuatnya. Namun barang-barang untuk membuatnya harus dijaga erat-erat, kalau tidak mereka akan merebut segala macam bahan. Bahkan saat sudah dibagikan bahan masing-masing kelompok , para provokator dikelas ini mengambil paksa bahan-bahan kelompok lain sehingga kami sempat kekurangan lem. Potongan-potongan kertas untuk menghias botol dengan kolase pun dihamburkan ke sekitar kelas. Untungnya ini masih bisa dikendalikan asal bisa mempertahankan mereka di kelas.
Namun saat pesawat yang mereka buat telah jadi , satu persatu keluar dari kelas dan dibuat mainan di luar kelas.
Hingga yang tersisa hanyalah murid perempuan semua. Saya dan Gita tetap melanjutkan pelajaran dengan materi
bahasa Inggris tentang introduction.
Beberapa dari mereka ada yang bisa mengikuti tapi ada juga yang susah menghafal
dan berbicara meskipun itu hanya introduction
sederhana. Usainya materi introduction , kami memberikan sedikit ice
breaking agar mereka lebih rileks dan
tidak takut lagi ketika ditunjuk untuk memperkenalkan diri. Pengajaran usai
sekitar pukul 11.30.
Sore harinya beberapa dari mereka ada yang datang ke sekolah meskipun kami tidak meminta nya. Karena tidak banyak murid akhirnya games yang awalnya direncanakan diganti menjadi agenda bermain bersama. Hingga langit Ngadas mulai berubah menjadi biru oren , kami memutuskan berhenti bermain. Membiarkan adik-adik kembali kerumahnya masing-masing dengan lambaian tangan pertanda pertemuan kami akan segera berakhir.
Pengabdian singkat ini memberikan banyak pelajaran , bahwa pelajaran bisa diambil dari mana saja, bahkan dari anak-anak SD yang katanya nakal itu nyata nya bisa menguji kesabaran kita. Dari sulitnya medan dan ketiadaan sinyal bikin kita membiasakan diri lepas dari dunia maya dan datang ke dunia nyata, turun langsung melihat keadaan dan tidak hanya cuap-cuap. Ini belum seberapa , masih jauh dari kata pengabdian yang sebenarnya. Namun setidaknya kita mencoba. Bukankah hanya dari mencoba kita akan terbiasa ? terbiasa memperbanyak tindakan dari pada omongan.
Profil Pengajar Muda Angkatan 2:
Nama: Wulida Arina Najwa
TTL: Madiun , 17 November 1994
Study: S1 Pendidikan Matematika
(MIPA) Universitas Negeri Malang
Alamat Asal: Jl. Wijaya Kusuma
, Madiun.
Motto: Tidak ada yang sia-sia
dalam perjuangan.
Komentar
Posting Komentar