Salam UMengajar , perkenalkan saya Nur Annisa Widia Iswara, salah satu mahasiswi angkatan 2013.
Melalui satu tahun bersama UMengajar memberikan saya banyak perubahan dan
mengerti apa itu arti kesabaran dan kesederhanaan, sedikit cerita tentang
UMengajar yang mampu membuat saya jatuh cinta pada organisasi ini .
Dulu saya tidak
tahu apa itu UMengajar, berawal dari seorang teman yang mengunggah poster
pembukaan pendaftaran pengajar muda batch 2. Lalu saya mencoba kepo untuk
mengetahui apa sih UMengajar itu ? apa saja sih kegiatannya ?, nah disitu saya
membuka akun-akun media sosial yang tercantum pada poster pendaftaran yang ada,
lalu setelah saya buka akun-akun yang ada itu saya tertarik untuk ikut
mendaftar.
Saat itu saya
juga mengajak teman saya untuk ikut mendaftar juga, sayang sekali sebenarnya
teman saya itu berminat untuk mendaftar, namun karena memiliki alasan
tersendiri maka dia mengurungkan niatnya untuk ikut mendaftar. Proses
pendaftaran yang mengharuskan kita sebagai pendaftar mengisi segala keperluan
yang tercantum pada formulir, ada rasa minder dan ragu sebenarnya saat mengisi
formulir , tapi saya hilangkan semua fikiran-fikiran negatif itu, dan setelah
proses pengisian itu saya mengirimkannya. Tidak di sangka ternyata saya lolos
tahap seleksi administrasi, setelah itu saya masih harus mengikuti serangkain
tahap seleksi yang ada, ya memang cukup panjang.
Awal masuk dan
bergabung di UMengajar memang masih merasa canggung, namun seiring berjalannya
waktu saya sangat menikmati semua itu, kekeluargaan, kekompakan, kerjasama
team, dan masih banyak lainnya yang bisa di dapat didalam keluarga besar
UMengajar ini.
Pengabdian
pertama yang saya ikuti adalah menjadi pengajar ketrampilan bersama teman satu
team saya untuk kelas 1 & 2 SDN Ngadas 1, kecamatan Poncokusumo, kabupaten
Malang, sebuah desa di ketinggian 2200mdpl, desa di Jawa Timur yang di tempati oleh suku
Tengger dengan segala multikulturalnya.
Pengabdian
pertama yang sangat mengesankan, mengajarkan adik-adik kelas 1 & 2 untuk
membuat sebuah mainan yang sangat sederhana, yaitu kincir angin yang terbuat
dari gelas plastik bekas, wow ternyata meskipun mereka masih kecil tapi mereka
sangat antusias saat proses pembuatan, yaaa namanya juga anak-anak di
tengah-tengah proses pembuatan salah satu siswa laki-laki kelas 1 merebut milik
temannya, entah apa alasan dia mengambil milik temannya itu, setelah kejadian
kondisi kelas yang tidak terkendali karena kelas 1 & 2 gabung jadi satu,
maka kami bergegas untuk menenangkan mereka, karena ada yang menangis dan juga
sampai ada yang marah-marah. disitu lah kita belajar untuk bersabar mengahadapi
mereka. Mereka yang luar biasa itu sudah berhasil kami tenangkan dan kami
kembali membuat mainan itu, ketika sudah selesai kami mengajak mereka semua
untuk keluar ke halaman sekolah untuk bermain bersama, kebahagiaan mereka
menjadikan penyemangat tersendiri untuk kami.
Mereka senang
bisa membuat mainan itu sendiri karena sebelumnya mereka tidak mengerti
bagaimana car membuatnya, karena begitu senangnya ketika pulang sekolah mereka
membawa pulang kincir angin itu, ketika pulang ada salah satu siswa yang
berkata “kak kincir angin ini boleh di bawa pulang ? karena saya ingin
memberikan ini untuk adik saya”, jawab saya “
ia boleh kamu bawa pulang J
“ , dia sangat senang dan segera berlari pulang dengan membawa kincir angin
itu.
Untuk pengabdian
selanjutnya masih berada di daerah di kabupaten Malang, yaitu daerah
Tangkilsari dan Randugading. Masih mengajarkan ketrampilan, di SD Tangkilsari 2
inilah yang memberikan kesan tersendiri bagi saya. Saat itu mengajarkan cara
membuat anyaman ikan dari pita plastik pada adik-adik kelas 1, di antara
teman-temannya ada satu anak yang sangat antusias membuat ikan ini. Namanya
adalah Mia dia masih kelas 1, tempat duduknya berada di baris nomer 2 dari
depan, gadis kecil yang memiliki antusias belajar yang tinggi, ketika proses
pembuatan berlangsung, dia berbeda dengan teman-temannya yang lain, dia bertanya
cara pembuatannya dua kali dan dia berusaha sendiri untuk membuatnya, ternyata
dia berhasil membuat anyaman ikan tersebut, untuk tingat pemula hasil yang
dibuat Mia ini sudahlah bagus.
Sesudah kegiatan
selesai, tiba-tiba Mia datang menghampiri saya dan berkata “ kak apa masih ada
lagi pitanya ?”, “ia dik masih ada, apa kamu masih ingin membuatnya lagi ?”
kata ku, “ ia kak saya ingin membuat anyaman ikan ini lagi dirumah” begitu
jawabnya. Mendengar jawaban Mia dengan wajahnya yang gembira, menyadarkan saya
betapa berharganya sebuah ilmu sederhana yang bisa membuatnya bahagia dan
memberikan sebuah pengalaman yang baru untuk mereka.
Sebuah hal
sederhana yang bagi kita itu biasa saja, namun ketika kita membagikan hal
sederhana itu kepada mereka yang
membutuhkan, akan merubah kesederhanaan itu menjadi hal yang istimewa bahkan
bisa menjadi sangat istimewa. Membuat seseorang bahagia tidak harus dari hal
yang istimewa, mulailah dari hal yang sederhana. Kesederhanaan mereka telah
berubah menjadi istimewa untuk saya. Kepedulian kita terhadap mereka-mereka yang
membutuhkan sangat di harapkan. Berilah sedikit inspirasi kepada mereka dari
hal-hal yang sederhana yang kita miliki. Karena tidak semua memiliki kesempatan
seperti kita. Bantu mereka untuk mewujudkan impian-impiannya.
Komentar
Posting Komentar