Ngadas, desa yang tak pernah terpikirkan
olehku seperti apa tempatnya, keadaan cuacanya, dan bagaimana karakter anak
disana. Dalam bayangku, semuanya akan sama saja seperti tempat-tempat biasa
lainnya. It turned out I was totally wrong.
Aku
Evi, salah satu volunteer di UMengajar, komunitas peduli pendidikan yang ada di
Universitas Negeri Malang. Rasa senang yang tak terdefinisikan menyelimutiku
saat pertama kali aku secara resmi diterima menjadi bagian kecil dari
UMengajar. Dan, pengabdian pertama pun
dimulai. SDN 01 Ngadas yang terletak di kaki Mahameru menjadi tempat pengabdian pertama kami.
Saat itu, aku tergabung dalam tim merah.
Tim yang akan melakukan pengabdian pertama. Kami berangkat pada Jum’at sore
dengan mengendarai sepeda motor. Dengan berbekal semangat yang menggebu kamipun
berangkat menuju Ngadas. Diperlukan sekitar 2 jam perjalanan untuk sampai
didesa tujuan kami, Ngadas. Setelah setengah jam perjalanan kami lalui,
semuanya masih aman-aman saja. Jalanan mulus dan udara sejuk masih bisa kita
nikmati. However, semua kenyamanan
itu tak bertahan lama dan perjuangan yang sesungguhnyapun dimulai. Jalanan
mulai menanjak dan tidak rata, banyak jalanan yang belum di aspal dan berbatu. What makes it worse, udara dingin mulai menghampiri,
menembus setiap serat jaket yang kukenakan. Mungkin, tak hanya aku yang
merasakannya, rekan-rekan se-pengabdianpun, kurasa merasakan hal yang sama.
1 jam perjalanan pun berlalu, dan
jalanan semakin menanjak dengan jurang yang curam disisi kiri dan tebing yang
menjulang tinggi disisi sebelah kanan, can
you imagine that?. Tak kupungkiri,
nyali dan semangatku menciut saat itu. Entah kita bisa sampai di Ngadas dengan
selamat atau tidak, sebab aku belum pernah melakukan perjalanan sebahaya ini.
Tapi satu hal, which makes this dangerous trip interesting, semakin
menanjak jalan yang kita lalui, semakin indah pemandangan yang disuguhkan oleh
sang alam. Tak henti-hentinya hati ini berucap “subhanallah”. At that time, I realized, Allah is always by our side. Dan
dengan sepenuh hati saya meyakini Allah melindungi orang-orang yang mempunyai
niat baik, niat beribadah kepada-Nya.
Selang beberapa waktu, finally we did it, kita sampai di
Ngadas. Aku terdiam sejenak, menatap sekelilingku, merasakan setiap desau angin
dingin yang seakan-akan menyambut kedatangan kami. And I admitted, aku terbius pesona Ngadas. It was like a dream! Tepat didepan kedua mata kepalaku sendiri, aku
dapat menikmati kemegahan Mahameru, puncak tertinggi di Jawa, dikelilingi segerombolan
cumulus. Tiba-tiba dari dalam
ruangan, ada seseorang yang memanggil namaku, akupun tersentak dari lamunanku
dan memutuskan untuk masuk ke dalam penginapan yang sudah disediakan oleh
kepala desa Ngadas.
Setelah makan malam dan menunaikan
ibadah sholat isyak, kami mempersiapkan media belajar yang akan kami ajarkan
kepada anak-anak besok. Aku dan satu rekan ku, mbak Novi, bertugas mengajar
anak kelas 5. Tak ada sedikitpun bayangan tentang bagaimana karakter anak-anak
kelas 5 yang akan kami ajar besok. Dibenakku, aku hanya memikirkan hal-hal
menyenangkan yang akan kami alami besok bersama anak-anak Ngadas.
Pagipun tiba, aku dan rekanku mempersiapkan
semua media belajar dan siap memasuki ruang kelas. Sesampainya kami dalam
kelas, suasana ramai menyapaku dan rekanku. Beberapa dari mereka menarik
lenganku dan mengajakku bermain diluar, sebagian mengajak untuk pulang, dan
sebagiannya lagi sibuk dengan dunia mereka sendiri. It’s extremely chaos, yet I had to be able to control them immediately
at that time. Aku dan mbak Novi, begitu aku memanggil rekanku, mencoba
untuk mengkondisikan mereka. Setelah memperkenalkan diri, aku dan mbak Novi memulai
pelajaran pertama, yakni Bahasa Inggris.
Sesuai ekspektasiku, semangat mereka
perlahan luntur ketika aku berkata “ Baik adik-adik, hari ini kita akan belajar
Bahasa Inggris”. Sekilas kutangkap beberapa wajah lesu mereka. “Siapa yang suka
Bahasa Inggris?” aku mencoba bertanya. Kulihat hanya 2 anak yang mengangkat
tangannya, namun semua itu tak mampu mematahkan semangatku. Aku mulai
mengeluarkan media belajar yang sudah kubawa, beberapa papan beserta
potongan-potongan puzzle, beberapa buah gunting, dan double tape. Surprisingly, mereka berhamburan
mendekatiku dan hampir secara bersamaan bertanya apa yang aku bawa dan akan belajar
tentang apa. Aku dan mbak Novi mencoba menjelaskan kepada mereka dengan bahasa
informal yang mudah mereka pahami. Antusias mereka mulai kurasakan.
Ditengah asyiknya menjelaskan, seorang
anak mengacungkan tangannya dan bertanya “ Miss, double tape itu apa? Gimana makenya, Miss?”, aku tertegun sejenak
dan mulai menjelaskan kepadanya apa dan bagaimana cara menggunakan double tape tersebut. Perhaps, sebagian orang akan berpikir
bahwa double tape merupakan barang
yang tidak begitu penting, apalagi di zaman IT seperti sekarang ini. Tapi bagi
anak-anak Ngadas, it’s like a new
invention. Merekapun semakin bersemangat, sampai-sampai kita melewatkan jam
istirahat. Akhirnya, aku dan mbak Novi memutuskan untuk melanjutkan ke materi
pembelajaran berikutnya, yakni membuat hastakarya.
Selang beberapa waktu, ketika semua anak
kelas 5 asyik membuat hastakarya bersama kelompoknya masing-masing, Dharma,
salah satu anak kelas 5, mengacungkan tangannya sembari berkata “Miss,
kelompokku sudah selesai, boleh pulang duluan?” “Tunggu teman-teman yang lain
selesai ya Dharma. Lagipula, ini belum waktunya pulang”, jawabku. “Tapi, saya
harus ngojek Miss, jadi harus pulang sekarang.” kata Dharma lagi. Aku tertegun
mendengar perkataan anak berusia 12 tahun itu. Belum sempat aku menanggapi
pernyataan Dharma, seorang anak yang sedari tadi duduk disampingku berkata “Iya
Miss, dia ngojek pupuk.” Ujarnya, membenarkan perkataan Dharma. Karena rasa
ingin tahuku, aku pun mendekati Dharma dan bertanya “Ngojek buat apa?. Kamu kan
masih sekolah.” “Buat bantu bapak sama ibu, Miss. Ya, paginya sekolah, siangnya
ngojek.” jawab Dharma. Hatiku terenyuh mendengar jawabannya. Aku terdiam
beberapa detik dan terlintas dibenakku: I’ll
never know what the future bring, but whatever it is, I hope it’ll be the best
for them. “Ya sudah sebentar lagi pulang kok” jawabku.
Gradually,
pembelajaran
hari itupun selesai. Unfortunately, bukan
aku yang mengajari mereka. Bukan. On the
other hand, merekalah yang mengajariku tentang banyak hal. Mereka
mengajariku nikmatnya mensyukuri segala sesuatu yang aku miliki sekarang.
Mereka mengajariku indahnya berbagi. Mereka mengajariku untuk tidak menyerah
pada keadaan. Mereka mengajariku untuk lebih mencintai hidup.
Semakin banyak yang kita berikan,
semakin banyak yang kita dapatkan. That’s
the moral value. Tapi, ini semua bukanlah akhir, ini adalah awal untuk
memulai semuanya. Sabtu, 31 Oktober 2014 menjadi salah satu bagian terbaik
dalam hidupku. Terimakasih Umengajar sudah memberikanku kesempatan untuk
mengenal anak-anak istimewa seperti mereka. Terimakasih sudah memberiku
kesempatan untuk berbagi keberuntunganku dengan mereka. Terimakasih sudah
memberiku kesempatan menjadi orang yang berguna bagi mereka. Terimakasih Umengajar.
Komentar
Posting Komentar