Pengajar atau guru adalah
kunci. Seperti piramida terbalik, dari semua persoalan pendidikan mulai dari
undang-undang (UU), sistem pendidikan, dan seterusnya, posisi guru paling di
ujung piramida karena dia yang berada di depan kelas. Saat kita melihat guru
maka realita yang ada di Indonesia adalah kualitas guru yang rendah. Kedua,
distribusi guru yang tidak merata. Kalau kita dikatakan kekurangan guru,
jawabannya adalah tidak juga karena rasio murid dan guru cukup, tetapi
distribusinya tidak merata. Di kota-kota mengalami over supply, sedangkan di
daerah kekurangan. 66% sekolah di pelosok mengalami kekurangan guru, banyak
kelas yang harus digabung. Melihat realita ini membuat kita berpikir, apa yang
bisa dikerjakan?
Menjadi Volunteer UMengajar
merupakan salah satu langkah yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut.
Melakukan aksi nyata untuk menginspirasi anak-anak pelosok Malang yang haus
akan ilmu dan inspirasi. Mereka mempunyai potensi yang tak kalah dengan
anak-anak di kota. Saya mengetahuinya sendiri setelah melakukan pengabdian
jilid dua.
Pengabdian kedua dimulai. Saya berangkat pada
pagi hari ditemani rintik hujan menuju Desa Taji. Desa ini terletak di kecamatan
Jabung, kabupaten Malang, sekitar 1,5 jam dari kota Malang. Jalanan menanjak
dan bebatuan terjal seolah menjadi medan berat yang harus saya dan teman-teman
lalui untuk menuju lokasi. Tetapi hal tersebut seakan lenyap dengan seketika
saat saya melihat pemandangan yang terhampar nyata di sepanjang perjalanan,
begitu indah ciptaan Tuhan.
Saya memulai pengabdian dengan memasuki kelas
IV SDN Taji II. Siswa-siswi yang ceria dan penuh harap menyambut kedatangan
saya. Saya memulai dengan menyuruhnya berdoa sesuai agama dan keyakinan masing-masing.
Setelah itu, Indonesia Raya berkumandang dari mulut mereka yang diikuti dengan
lagu Dari Sabang Sampai Merauke. Hal itu membuat bulu kuduk saya merinding,
entah karena mendengar nyanyian merdu mereka atau merasa kedinginan karena
terletak di ketinggian 750 m di atas permukaan laut. Setelah sesi nasionalisme,
saya menyampaikan materi mengenai warna dalam bahasa Inggris dengan berbagai
media pembelajaran yang menarik. Saya juga memberikan ice breaking untuk
menambah semangat dan konsentrasi mereka dalam belajar di kelas.
Bel tanda istirahat berbunyi, mereka segera
berhamburan keluar kelas. Ada yang membeli makanan, minuman, ada juga yang
bermain di halaman sekolah. Saya pun tertarik untuk ikut bermain bersama
mereka. Permainannya bernama “Gobak Sodor” yang sejatingan menjadi permainan
tradisional kesukaan saya di masa kecil. Setelah beberapa menit, bel tanda
masuk berbunyi. Mereka segera memasuki kelas dengan tertib. Saya segera memberikan
materi terakhir yaitu membuat hasta karya dari koran bekas. Mereka antusias
sekali membuat hasta karya sesui yang saya contohkan. Mereka juga menambahkan
sentuhan-sentuhan kreatifnya untuk mempercantik karyanya.
Komentar
Posting Komentar