Hallo para teman-teman peduli pendidikan!. Mendengar
kata Malang apa yang terlintas di pikiran teman-teman? Kota Wisata? Kota Apel?
atau Kota Pendidikan? yaps semuanya benar, namun kita akan bicarakan kalimat
yang terkahir, Kota Pendidikan. Seperti yang kita ketahui bahwa Malang adalah
salah satu kota yang menjadi rujukan bagi pelajar di seluruh penjuru negeri
untuk mencari ilmu.
Malang, kota yang terletak di Propinsi Jawa Timur ini
memiliki banyak gedung-gedung tinggi nan megah yang mana gedung itu ialah
gedung-gedung dari perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Tidak hanya
perguruan tinggi, Malang juga memiliki banyak sekali sekolah menengah atas yang
favorit dan menjadi impian banyak siswa-siswa SMP dari berbagai kota di Jawa
Timur. Namun semua itu hanya dapat kita temukan di kota, bagaimana yang berada
di pinggiran?
Pada suatu hari, tepatnya Sabtu, 27 Februari 2016,
kami dari Mahasiswa Universitas Negeri Malang Mengajar (UMengajar), sebuah sebuah
organisasi yang peduli pendidikan melakukan tugas kami sebagai agen perubahan
yakni berbagi, apa yang kami bagikan?
ilmu dan inspirasi! Hari itu kami mengajar di SDN Taji 1, Desa Taji, Kecamatan
Jabung, Kabupaten Malang.
SDN Taji 1 terletak di daerah dataran tinggi dan
sangat jauh dari pusat kota. Kondisi sekolah yang bisa saya katakan kurang
layak untuk mencetak generasi penerus
bangsa. Bagiamana tidak, kelas 1 dan kelas 2 belajar dalam satu ruangan yang
sama, bagian belakang tembok kelas ini juga terdapat dua jendela besar yang
tidak memiliki pintu, padahal di belakang kelas ini langsung bergandengan dengan
kelas 3. Jadi antara kelas 1, 2, dan 3 ini seakan tidak ada sekat pembatasnya .Belum
lagi dengan keadan kelas yang sangat
kotor dan sama sekali tidak rapi sehingga membuat suasana belajar
mengajar menjadi sangat “chaos”.
Hari itu saya mengajar kelas 3 yang muridnya hanya
berjumlah 6 anak. Materi yang saya berikan ialah materi bahasa inggris tentang
macam-macam sapaan (greetings).
Setelah saya memperkenalkan diri pada mereka dan mulai meyampaikan materi, saya
baru sadar bahwa kelas 3 ini masih belum bisa menggunakan Bahasa Indonesia
dengan baik dan benar, untuk menulis dan membaca dalam bahasa Indonesia saja
mereka belum bisa, lalu bagaimana mungkin mereka akan mengerti kalau saya ajak
belajar bahasa inggris.
Di saat anak-anak di kota bisa belajar dalam gedung
yang megah, ruang kelas yang bersih, bahan belajar yang memadai, namun kenapa
adik-adik kita yang di desa tidak bisa merasakan kenyamanan seperti yang di
dapatkan anak-anak di kota. Anak-anak di kota mulai dari TK sudah mulai
dikenalkan bahasa inggris, namun untuk di desa, jangankan TK, kelas 3 pun masih
belum lancer berbahasa Indonesia. Mereka sama-sama anak bangsa, kenapa ada
ketimpangan pendidikan? Bukankah dalam pembukaan konstitusi kita secara tegas dikatakan
bahwa tujuan negara ini merdeka salah satunya ialah mencerdaskan kehidupan
bangsa. Apakah yang dimaksud mencerdaskan kehidupan bangsa ini hanyalah mereka
yang hidup di kota saja? Bagaimana dengan yang di desa? Bukankah mereka juga
bagian dari bangsa ini? Kenapa mereka tidak memperoleh layanan pendidikan yang
layak? Apa hanya yang di kota saja yang
boleh pintar?
Bagiamana mungkin anak kelas 3 belum bisa berbahasa
Indonesia sementara teman seusianya yang di kota sudah menghafal banyak kosa
kata dalam bahasa inggris. Banyak faktor yang membuat hal ini terjadi. Kualitas
guru sebagai penyalur informasi kepada siswa akan menjadi sangat berpengaruh
terhadap hasil belajar peserta didik. Sumber belajar dan media pembelajar serta
adanya perpustakaan merupakan hal yang mutlak untuk menunjang aktivitas
pembelajaran. Kantin yang bersih, nyaman dan makanan yang higienis juga turut
menentukan prestasi anak. Gedung sekolah, taman bermain, serta berbagai
fasilitas penunjang kegiatan pembelajaran juga akan mendukung kenyamanan anak
dalam belajar. Namun sayang, semua hal itu hanya dapat kita temukan di
sekolah-sekolah yang berada di kota dengan biaya yang sangat mahal pula.
Bagi adik-adik kita yang ada di desa, hal-hal seperti
di atas hanyalah sebatas impian dan harapan. Anak-anak kelas 3 SDN Taji 1 ini
adalah sebuah tamparan bagi kita semua. Saat kita dengan senangnya belajar di
ruang kelas ber-AC, dengan buku berjajar rapi di rak perpustakaan, serta dengan
kemewahan yang kita rasakan setiap hari, ternyata adik-adik kita di desa harus
belajar dengan keadaan yang serba terbatas.
Komentar
Posting Komentar