Sebut saja ada Kak Lutvi, Kak Wiwid, Kak Uun, Kak Yuni, Kak Lusi, Kak Titik, Kak Iemha, Kak Taufik, Kak Safrida, Kak Andika, Kak Amrizal, dan Kak Anissa. Kami adalah anggota Tim Bima dalam Laskar Dewantara Batch 4. Pengabdian tim kami dilakukan di SDN Gunung Jati 4.
SDN Gunung Jati 4 adalah salah satu sekolah negeri di desa Gunung Jati, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang. Desa ini merupakan desa kecil yang berada 10 km di sebelah timur Singosari. Letaknya cukup jauh dari Kampus UM, sekitar 25 km. Untuk sampai ke sana, kami harus melewati perjalanan menggunakan sepeda motor.
Memasuki pengabdian minggu pertama, perjalanan kami dipandu oleh kakak-kakak LO. Kami berkumpul di depan gerbang Jalan Semarang UM dan berangkat pukul 05.30. Masih pagi memang, namun kami harus mengejar waktu agar sampai tepat waktu karena pada minggu pertama pengabdian ada rangkaian acara pembukaan. Selama perjalanan kami melihat berbagai macam kondisi geografis Malang yang beraneka ragam. Dari Jalan Ijen sampai Sawojajar kami melihat pemandangan kota yang sudah ramai dengan aktivitas kendaraannya. Setelah itu, kami melewati Kecamatan Pakis yang masih terdapat banyak lahan persawahan. Agar bisa sampai dengan cepat, kami lewat jalan alternatif di bandara Abdur Rahman Saleh yang menghubungkan Pakis dengan Singosari. Nah, tantangan perjalanan baru kami rasakan setelah keluar dari kawasan bandara ini. Banyak jalan-jalan yang rusak dan berliku, juga pemandangan kebun tebu yang indah.
Beberapa dari kami cukup kaget dengan letak sekolah yang berada di tengah-tengah kebun tebu sehingga jauh dari jangkauan jalan raya makanya SD ini terhindar dari keributan kendaraan-kendaaan bermotor. Letak perkampungan dengan sekolah cukup jauh, sekitar 200 meter. Sekolah ini kekurangan tenaga guru untuk mengajar dibuktikan dengan kurangnya anak-anak dalam menguasai Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Sehingga, kami berdasarkan silabus UMengajar, menyampaikan materi Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Guru di sekolah ini hanya berjumlah empat orang beserta kepala sekolah. Jumlah siswa di sekolah ini juga relatif sedikit, yaitu 45 siswa. Hanya ada empat kelas di sekolah sehingga ada penggabungan kelas 2 dan 3, serta kelas 4 dan 5. Namun, kami sangat terkesan karena kami disambut dengan sangat baik oleh pihak sekolah. Kami bahagia karena adik-adik di sekolah ini sangat bersemangat ketika kami sampai.
Acara yang pertama kami lakukan adalah rangkaian pembukaan yang berisi sambutan oleh perwakilan kakak LO dan kepala sekolah. Setelah itu, kami melakukan senam pagi. Ada sedikit kendala dan pemandangan lucu dalam pelaksaan senam pagi ini. Pertama, adik-adik yang sulit sekali untuk dibariskan. Kedua, kakak LD yang menjadi instruktur senam belum menghafal gerakan sepenuhnya sehingga adik-adik di sana juga kebingungan.
Masuk ke dalam proses pembelajaran, adik-adik sangat kondusif sehingga kami melewatinya dengan sangat lancar. Materi, ice breaking, dan hasta karya mereka ikuti dengan baik. Hanya ada dua anak yang sempat menangis karena bertengkar dengan temannya. Kami mengalami sedikit masalah saat perjalanan pulang ketika ban motor salah satu anggota kami bocor sehingga harus mendorong ke tempat tambal ban yang jauhnya 300 meter dari sekolah. Belum sampai di situ, kami dilarang melewati jalan alternatif bandara karena satpam bilang jalan bukan jalan umum. Kami memutuskan untuk lewat jalan alternatif di Singosari yang lumayan jauh.
Pada pengabdian minggu kedua, kami berangkat pukul 06.00 lewat jalur Singosari karena belum menemukan jalan alternatif lain. Tak ada kendala waktu perjalanan. Pada proses pembelajaran kami menemukan perkembangan yang cukup pesat yaitu adik-adik sudah mulai aktif ketika senam. Mereka dengan cepat dan tanggap ketika kami memberikan intruksi berbaris dan senam dengan semangat bahkan kami juga merasa bahwa senam kali ini lebih maksimal dibandingkan dengan pengabdian minggu pertama. Adik-adik sudah mulai menampakkan ‘wajah aslinya’. Mereka sudah mulai sulit diatur karena sudah mengenal kami. Tapi kami berhasil mengatasinya meskipun dengan susah payah. Dibalik semua itu, ada beberapa anak yang bertambah aktif dalam pembelajaran.
Seminggu kemudian, sampailah kami di minggu ketiga pengabdian. Minggu ini adalah minggu yang berkesan karena jumlah personil tim kami lengkap. Seperti biasa, adik-adik sangat bersemangat ketika kami sampai di sekolah. Senam pagi sudah jauh lebih baik daripada sebelumnya. Pembelajaran pun berlangsung dengan lancar meskipun ada satu atau dua kendala kecil. Pada jam istirahat, kami menyempatkan foto bersama dengan guru-guru dan adik-adik.
Begitulah pengalaman Tim Bima waktu melakukan pengabdian di SDN Gunung Jati 4. Kami bukan hanya memberi pengajaran kepada mereka, tetapi mereka yang banyak memberi pelajaran untuk kami. Bahwa pendidikan tidak dibatasi oleh minimnya guru, minimnya ruang kelas, dan minimnya fasilitas.
SDN Gunung Jati 4 adalah salah satu sekolah negeri di desa Gunung Jati, Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang. Desa ini merupakan desa kecil yang berada 10 km di sebelah timur Singosari. Letaknya cukup jauh dari Kampus UM, sekitar 25 km. Untuk sampai ke sana, kami harus melewati perjalanan menggunakan sepeda motor.
Memasuki pengabdian minggu pertama, perjalanan kami dipandu oleh kakak-kakak LO. Kami berkumpul di depan gerbang Jalan Semarang UM dan berangkat pukul 05.30. Masih pagi memang, namun kami harus mengejar waktu agar sampai tepat waktu karena pada minggu pertama pengabdian ada rangkaian acara pembukaan. Selama perjalanan kami melihat berbagai macam kondisi geografis Malang yang beraneka ragam. Dari Jalan Ijen sampai Sawojajar kami melihat pemandangan kota yang sudah ramai dengan aktivitas kendaraannya. Setelah itu, kami melewati Kecamatan Pakis yang masih terdapat banyak lahan persawahan. Agar bisa sampai dengan cepat, kami lewat jalan alternatif di bandara Abdur Rahman Saleh yang menghubungkan Pakis dengan Singosari. Nah, tantangan perjalanan baru kami rasakan setelah keluar dari kawasan bandara ini. Banyak jalan-jalan yang rusak dan berliku, juga pemandangan kebun tebu yang indah.
Beberapa dari kami cukup kaget dengan letak sekolah yang berada di tengah-tengah kebun tebu sehingga jauh dari jangkauan jalan raya makanya SD ini terhindar dari keributan kendaraan-kendaaan bermotor. Letak perkampungan dengan sekolah cukup jauh, sekitar 200 meter. Sekolah ini kekurangan tenaga guru untuk mengajar dibuktikan dengan kurangnya anak-anak dalam menguasai Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Sehingga, kami berdasarkan silabus UMengajar, menyampaikan materi Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Guru di sekolah ini hanya berjumlah empat orang beserta kepala sekolah. Jumlah siswa di sekolah ini juga relatif sedikit, yaitu 45 siswa. Hanya ada empat kelas di sekolah sehingga ada penggabungan kelas 2 dan 3, serta kelas 4 dan 5. Namun, kami sangat terkesan karena kami disambut dengan sangat baik oleh pihak sekolah. Kami bahagia karena adik-adik di sekolah ini sangat bersemangat ketika kami sampai.
Acara yang pertama kami lakukan adalah rangkaian pembukaan yang berisi sambutan oleh perwakilan kakak LO dan kepala sekolah. Setelah itu, kami melakukan senam pagi. Ada sedikit kendala dan pemandangan lucu dalam pelaksaan senam pagi ini. Pertama, adik-adik yang sulit sekali untuk dibariskan. Kedua, kakak LD yang menjadi instruktur senam belum menghafal gerakan sepenuhnya sehingga adik-adik di sana juga kebingungan.
Masuk ke dalam proses pembelajaran, adik-adik sangat kondusif sehingga kami melewatinya dengan sangat lancar. Materi, ice breaking, dan hasta karya mereka ikuti dengan baik. Hanya ada dua anak yang sempat menangis karena bertengkar dengan temannya. Kami mengalami sedikit masalah saat perjalanan pulang ketika ban motor salah satu anggota kami bocor sehingga harus mendorong ke tempat tambal ban yang jauhnya 300 meter dari sekolah. Belum sampai di situ, kami dilarang melewati jalan alternatif bandara karena satpam bilang jalan bukan jalan umum. Kami memutuskan untuk lewat jalan alternatif di Singosari yang lumayan jauh.
Pada pengabdian minggu kedua, kami berangkat pukul 06.00 lewat jalur Singosari karena belum menemukan jalan alternatif lain. Tak ada kendala waktu perjalanan. Pada proses pembelajaran kami menemukan perkembangan yang cukup pesat yaitu adik-adik sudah mulai aktif ketika senam. Mereka dengan cepat dan tanggap ketika kami memberikan intruksi berbaris dan senam dengan semangat bahkan kami juga merasa bahwa senam kali ini lebih maksimal dibandingkan dengan pengabdian minggu pertama. Adik-adik sudah mulai menampakkan ‘wajah aslinya’. Mereka sudah mulai sulit diatur karena sudah mengenal kami. Tapi kami berhasil mengatasinya meskipun dengan susah payah. Dibalik semua itu, ada beberapa anak yang bertambah aktif dalam pembelajaran.
Seminggu kemudian, sampailah kami di minggu ketiga pengabdian. Minggu ini adalah minggu yang berkesan karena jumlah personil tim kami lengkap. Seperti biasa, adik-adik sangat bersemangat ketika kami sampai di sekolah. Senam pagi sudah jauh lebih baik daripada sebelumnya. Pembelajaran pun berlangsung dengan lancar meskipun ada satu atau dua kendala kecil. Pada jam istirahat, kami menyempatkan foto bersama dengan guru-guru dan adik-adik.
Begitulah pengalaman Tim Bima waktu melakukan pengabdian di SDN Gunung Jati 4. Kami bukan hanya memberi pengajaran kepada mereka, tetapi mereka yang banyak memberi pelajaran untuk kami. Bahwa pendidikan tidak dibatasi oleh minimnya guru, minimnya ruang kelas, dan minimnya fasilitas.
Komentar
Posting Komentar