LASKAR PELANGI DI DADAPAN
Kegelapan malam datang menghampiri langit, menggantikan matahari
yang sudah bekerja keras
selama 12 jam terakhir. Aku terduduk di tepi kasurku, menatap baju berwarna
biru elektrik yang sudah tergantung dan tersetrika rapi dengan rasa bangga.
Baju kegemaran raksasa dan alat penunjang pembelajaran lainnya sudah tertata
rapi di meja belajarku, siap untuk dibawa keesokan harinya. Aku merebahkan
tubuh pegalku di pulau kapuk kamarku, menatap langit-langit sembari membayangkan
diriku menjadi seorang guru kelas
satu. Wah, pasti sangat menyenangkan, batinku. Tiba-tiba, jantungku berdetak kencang, bibirku menyunggingkan senyuman yang lebar.
Aku sangat tidak
sabar menanti hari esok. Kuputuskan untuk mereda detak jantungku dengan
pergi ke alam mimpi. Lebih cepat
tidur, lebih banyak
energi yang terkumpul.
. . . . . . . . . . . . . .
5 Oktober 2019
menjadi hari pertamaku dan Tim Kaidipang, untuk mengajar di SD Dadapan 03 yang berada
di Dusun Dadapan,
Desa Wajak, Malang.
Tim Kaidipang terdiri
dari 12 orang dari berbagai fakultas di Universitas Negeri Malang. Aku
dan timku berkumpul di depan gerbang kampus Jalan Semarang. Aku sangat senang
untuk memulai Pengabdian Akbar I karena ini adalah hari pertamaku mengabdi di
sekolah dasar terpencil. Perjalanan yang kami tempuh
ke Dusun Dadapan
adalah selama kurang
lebih 45 menit.
. . . . . . . . . . . . . .
Sepanjang perjalanan, aku sungguh
mengagumi keindahan alam pedesaan yang khas. Jauh dari hiruk pikuk kota, asri,
dan orang-orang di pedesaan yang ramah seolah ikut menyambut kedatanganku dan tim. Tak hanya itu, bayang-bayang wajah ceria murid SDN 3 Dadapan juga sesekali muncul
di benakku. Ah, betapa tak sabarnya aku untuk segera bertemu dengan pejuang
kecil itu. Lelah dan penat akibat tugas kuliah yang menjulang setinggi gunung,
ditambah dengan pembuatan RPP dan media yang cukup menguras tenaga.
Semua itu seolah
hilang ketika alam menyambutku dan membayangkan betapa
menyenangkannya mengajar murid-murid SD
. . . . . . . . . . . . . .
Empat
puluh lima menit perjalanan tak terasa telah terlalui. Sayup-sayup terdengar suara
riuh murid SD mulai terdengar. Ketika sampai,
benar dugaanku. Mereka sangat antusias. Wajah
polos itu menyambut kami dengan senyum terukir begitu tulus. Walaupun jumlah
murid di sjnj tidak banyak,
namun tampaknya mereka semangat sekali datang ke sekolah. Guru-guru di
sini juga sangat ramah menyambutku dan teman- temanku. Aku yakin, dengan
sambutan yang hangat
ini, aku akan betah mengajar
di sini. Pelajaran pun dimulai, dan hari
ini aku mendapatkan banyak pengalaman baru.
Rasa lelah dan letih terbayar sudah di hari ini. Semangatku semakin menggelora, seolah
tidak sabar menunggu minggu
depan untuk kembali
ke Sekolah Dasar
Laskar Pelangi ini.
. . . . . . . . . . . . . .
Namun, ekspektasi tak semudah
kelihatannya. Semangat yang baru saja hidup menggelora, tiba-tiba raib begitu
saja. Notifikasi WA muncul di layar ponsel tak henti- hentinya. "Ada apa
ini?" pikirku sembari tanganku mengusap layar ponsel. Astaga! Aku baru
tahu kalau RPP minggu depan harus segera dikumpulkan besok malam. Aku kalut dan
pikiranku kacau. Padahal rencanaku sepulang dari mengajar adalah mengerjakan
beberapa laporan pratikum, tugas satu mata kuliah dan menyiapkan bahan untuk
presentasi pekan depan. Aku menghela
nafas panjang, tak habis mengira
kenapa malam mingguku begitu
menyedihkan. Secara aku ingin menyiapkan mengajar terbaik yang bisa
ku berikan minggu depan, aku mulai menyalakan laptop dan siap begadang malam ini.
. . . . . . . . . . . . . .
Terlepas dari semua tugas
yang datang bersamaan sampai aku relakan
malamku demi mengerjakan
keduanya, aku selalu berpikir bahwa kuliah dan pengabdian sama-sama penting. Keduanya harus selalu berjalan
seimbang. Aku berusaha menyelesaikan keduanya
secara maksimal. Aku menjalankan pengabdianku selalu dengan ikhlas tiada
terbersit dibenakku kata penyesalan atau bosan dalam menjalankan pengabdian.
Dalam keadaan dimana tugas kuliah banyak dan harus menyelasaikan RPP aku selalu
teringat wajah dan senyum anak di Sekolah Dasar Laskar
Pelangi yang penuh
dengan harapan dan
semangat dalam belajar. Wajah mereka yang menantikan
pembelajaran yang asik dan kreatif dariku
membuatku termotivasi kembali untuk bangkit
dan semangat dalam menjalankan pengabdian.
. . . . . . . . . . . . . .
Lelah
karena mengerjakan berbagai persiapan pengabdian seketika hilang saat bertemu
murid-murid kami. Setiap sabtu pagi, mereka menunggu kedatangan kami di depan
pintu kelas masing-masing. Begitu kami sampai di SD pun mereka menyambut kami
dengan sorakan bahagia dan langsung menghampiri kami untuk menyapa dan
bersalaman. “Kaaak, ayo belajar lagii”, “Kaaak, ayo main lagii", “Kaak,
saya sudah bisa main tepuk konsentrasii", banyak sekali kata-kata polos dari mereka yang membuat
kami tersenyum. Tak kalah ramah, para guru-guru pun juga menyambut kami
dengan senyuman. Seluruh warga SD ini benar-benar mampu membuat kami merasa
nyaman dan senang berada disini.
. . . . . . . . . . . . . .
Tak terasa empat
minggu di setiap hari sabtu sudah terlewati, perjumpaan ini memang terasa
begitu cepat. Ketika berjalan melangkah meninggalkan wajah-wajah mungil nan
polos aku bergumam dalam hati untuk tetap mengingat mereka selama mungkin,
mengingat setiap momen yang tak bisa dituangkan melalui kata. Aku percaya di
hari terakhir pengabdian itu, bukan hanya aku yang merasa kehilangan tetapi
teman- teman timku mungkin di dalam hatinya juga berkecamuk dengan rasa kehilangan. Disisi
lain Aku juga merasa bahagia. Bahagia atas perjuangan membantu mereka untuk
belajar, karena tujuanku dan teman-temanku membuat mereka anak SD Dadapan
menjadi anak yang cerdas dan baik hati.
Meskipun yang aku dan teman-temanku hanya mengajarkan
sepercik ilmu, tetapi kita percaya hal itu akan mengubah masa depan mereka
menjadi lebih baik lagi. Aku juga berharap,
semoga di suatu hari
nanti mereka anak-anak Dadapan akan
menemuiku dan teman-teman Kaidipang sembari menunjukkan keberhasilan yang
mereka raih. Pesanku untuk mereka, “Nak,
jangan patah semangat teruslah menggapai cita-citamu percayalah suatu hari
nanti kamu akan berhasil. Dan berjanjilah padaku dan teman-teman timku, jika
kamu sudah dewasa nanti ikutilah jejak kakak-kakakmu ini untuk memajukan pendidikan di negara
tercinta Indonesia”.
. . . . . . . . . . . . . .
Malam
semakin berlalu, nyanyian-nyanyian jangkrik mulai terdengar di belakang dinding
tempat tidurku. Lambat laun kesadaran ini mulai berkurang, dan seketika
berjalannya jarum jam mataku disinari dengan cahaya yang amat terang, telingaku
mendengar teriakan jago-jago yang berusaha membangunkan masyarakat sekitar, dan
ternyata aku ketiduran. Dengan rasa was-was aku pun mulai mencari hp yang setia setiap
hari mendampingi dan mengingatkan akan bergantinya waktu. Setelan alarm yang
telah berjasa membangunkan disetiap subuh hari ini tidak terdengar setelah ku
periksa hp ku tanpa daya satu persen pun, kemudian aku beranjak dari singgasana ini dengan keadaan tergesa-gesa dan melaksanakan
kegiatan sehari-hari.
Komentar
Posting Komentar