SEBUT AKU PENGABDI !
Jarum panjang di angka dua belas dan jarum pendek yang menunjuk angka lima.
Itulah waktu pemberangkatan yang kami harapkandi pengabdian pertama dan selalu
berujung gagal, alias molor.Hal ini disebabkan oleh konflik diri yang kami
hadapidi setiap pagi. Mulai dari mata yang sulitterbuka, badan yang enggan
beranjak dari kasur, selimut yang masih posesif memeluk diri, hingga pipi yang tak
mau berpisah denganbantal kesayangan. Untunglah hatinurani dan pikiran berhasil
mengingatkan kami akan panggilan untuk mengabdi.Yang telah menjadi tekad dan
ikrar kami di awal seleksi Gemapedia.
Kami adalah Laskar Dewantara Batch 7 kelompok Balaesang yang terdiri dari
dua belas orang. Ketua kami, Rio ditemani oleh Inas mengajar di kelas 5; Vera
dan Ruhul mengajar di kelas 1;Salsa dan Adin mengajar di kelas 2; Tiara dan
Atikah mengajar di kelas 3; Dina dan Nuna mengajar di kelas 4; Bisri dan Ika
mengajar di kelas 6.Meskipun berangkat dengan perut kosong, perjalanan kami
yang sungguh berkelok curam berhasilkami tempuh kurang lebih selama satu
setengah jam. Perjalanan kami yang seharusnya terasa berat dan melelahkan
menjadisepadan karena bukan main lena mata kami dimanja oleh pemandangan yang
menyejukkan ditemani sinar matahari pagi. Ketua kelompok kami, Rio
sampai-sampai tak bisa fokus mengemudi saking takjubnya oleh pemandangan alam
desa yang jauh berbeda dengan perkotaan di Jakarta, tempat asalnya.Selama
perjalanan itu, kami belajar untuk saling peduli dengan antaranggota kelompok
dan sabar dalam menanti kawan seperjuangan berkumpul di pos sebelum melanjutkan
perjalanan. Biar kompak, begitulah pedoman ketua pelaksana pengabdian ini, Kak Yusril.
Pertama kali menjejakkan kaki di lokasi,sapaan badai pasir menyambut
kedatangan kami. Seluruh anggota Balaesang sudah menggigil sejuk dari ujung
kaki sampai ujung kepala.Refleks, kami berusaha menghangatkan diri
denganmenggosokkan tangan dan mengeratkan jaket yang kami gunakan. Dengan
langkah bergetar menahan dingin menuju sekolah pengabdian, yakni SDN 1 Ngadas.Menghangat
hati ini melihat sambutan cerah mereka yang datang menyapa dan bersalaman
dengan kami. Berteriak memanggil nama kami satu persatu. Sambil menjawab sambutan
yang hangat dan semangat dari mereka satu-persatu sempat juga kami merasa malu
dengan siswa yang berseragam pendek namun berjaket. Berjalan santai menyapa
kami sambil makan es krim. Memang harusnya mereka sudah terbiasa dengan cuaca
yang kami anggap ekstrem itu, bukan?
Sesampai kami menjejakkan kaki di sekolah seharusnya kami mengadakan apel
pagi sebagai pembukaan pengabdian kami. Namun sayangnya, kegiatan itu
dibatalkan melihat kondisi badai pasir yang tidak memungkinkan untuk kami
laksanakan. Sebelum pengabdian kami dimulai, kamiberkumpul terlebih dahulu.
Saling memberi semangat sambil mengelu-elukan jargon kami, “Bangga mendidik,
mengabdi, dan menginspirasi anak bangsa! Balaesang!!! Semangat, luar biasaa
horee!”. Di sinilah cerita pengabdian kami dimulai.
Pada awal pertemuan kami, Rio dan Inas disambut dan
didampingi wali kelas 5 menuju ruang kelas yang letaknya berada diujung kanan
sekolah. Beliau mengarahkan anak didiknya supaya sopan dan patuh dengan arahan
kakak-kakak pengajar sebagai pengganti beliau sebagai guru. Ketua kelas pun
mulai memimpin doa dan menyapa kami dilanjutkan dengan guru mempersilahkan kami
mengajar mereka dan berpesan, "Kalau ada yang nakal atau ramai lapor ke
saya saja mbak,monggo saya keluar dulu nggih". Kak Grahandy
selaku LOkami pun memberi isyarat untuk segera memulai pembelajaran.
Berawal dari perkenalan yang masih malu-malu kucing
hingga kami bisa mengenal karakter mereka secara personal, saling berbagi
cerita, dan bercanda layaknya teman. Rasanya jarak usia kami yang terpaut cukup
jauh yakni sepuluh tahun bukanlah menjadi suatu penghalang dalam berkomunikasi.
Mereka terdiri dari lima belas orang dengan jumlah siswi sebanyak empat orang
dan sisanya para siswa dengan karakter yang pemalu, pendiam, cerewet, kritis,
suka perhatian, rajin, dan sebagainya. Terbayanglah bagaimana ricuhnya kelas kami
saat itu.
Tidak jugaternyata.Walau sempat terlintas di bayangan
kami mereka adalah anak-anak yang nakal, susah diatur dan tidak menghormati
kami. Nyatanya tidak. Mereka justru suka membantu bahkan menghargai kami
selayaknya guru mereka sendiri.Mereka juga adalah anak-anak yang komunikatif
sekali. Maka dari itu sebelum memulai pembelajaran kami suka berbagi cerita
terlebih dulu dengan mereka. Mulai dari cerita tentang hobi, cita-cita hingga cerita
seputar kehidupan sehari-hari mereka tentang lampu dan air yang mati
berhari-hari yang membuat mereka tidak mandi. Kami juga membiasakan menyapa mereka,
"Haii Hai kelas 5!" Maka mereka akan menjawab dengan gerakan yang
sangat menggemaskan, "Sehat tubuhku, semangat hariku, asyiaapp
belajar!!!" Mungkin karena yel-yel itu jugalah siswa-siswi di kelas kami
selalu antusias dengan setiap materi yang kami sampaikan.
Di awal pertemuan, terdapat dua orang siswa yang tidak
hadir, teman-teman mereka mengatakan memang sudah biasa bagi keduanya membolos
sekolah untuk bermain game. Namun, pada pertemuan kedua sampai akhir
mereka selalu bersemangat sekolah. Dari sini kami belajar bahwa anak-anak hanya
memerlukan perhatian dan umpan balik dari apa yang mereka coba lakukan atau
mereka sebutkan dengan tidak menghakimi mereka terlebih dahulu.
Kami, Vera dan Ruhul sebagai pengajar di kelas 1 akan berbagi sedikit
cerita kami saat pengabdian akbar 1. Empat kali pertemuan telah kami lewati
bersama. Setiap hari Sabtu, itulah saat yang paling kami tunggu. Bertemu dengan
siswa yang sudah kami anggap layaknya adik sendiri. Meskipun terkadang sulit bagi
kami untuk mengondusifkan suasana kelas, tetapi hati ini tetap selalu senang
dan ikhlas mengajar mereka.
Banyak kejadian diluar ekspetasi
kami. Dimulai dari sulitnya menarik perhatian mereka, melerai mereka ketika
bertengkar, dan membuat mereka tidak bosan di kelas. Senjata kami menarik
perhatian mereka yaitu dengan melakukanice
breaking,“Apa kabar Adik-adik?” dengan antusias mereka menjawab, “Semangat,
luar biasa, yes yes yes”. Pertengkaran siswa paling hebat yang kami lalui
terjadi saat pengabdian terakhir. Saat itu kami sedang mengerjakan hasta karya.
Pertengkaran tersebut mengakibatkan siswa yang bernama Andika mimisan dan seisi
kelas menjadi tidak kondusif dikarenakan adik-adik takut melihat darah.
Lain kelas lain cerita. Salsa dan Adin selaku pengajar untuk kelas 2 masuk
ke dalam ruang kelas dimana kelas tersebut merupakan kelas dengan siswa
terbanyak di SDN 1 Ngadas. Pertama kali berjumpa, mereka sangat ramah dan
menyambut kami dengan penuh kegembiraan. Mulai dari perkenalan hingga masuk
pembelajaran mereka antusias sekali. Sebelum pelajaran dimulai, satu anak pun
berinisiatif untuk memimpin doa, yaitu Yordan. Setelah berdoa, kami melakukan
presensi dilanjutkan dengan materi. Saat itu, kami mengajarkan materi tentang
pengalamanku. Setiap siswa diminta untuk menceritakan dan menuliskan
pengalamannya masing-masing. Ada yang malu-malu untuk bertanya, ada yang ramai,
tetapi mereka tetap rukun dan kompak dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Bel
istirahat pun berbunyi. Ada yang langsung keluar kelas untuk membeli makanan,
ada juga yang membawa bekal dan memakannya bersama di dalam kelas. Untuk
mendekatkan diri dengan mereka, kami pun ikut makan bersama. Kami juga bertanya
mengenai latar belakang mereka, hobi, pelajaran apa yang disukai, dan lain
sebagainya.
Setelah istirahat selama setengah jam, adik-adik kembali ke kelas untuk
melakukan permainan tradisional. Kali ini, kami mengajak mereka untuk bermain “Sedang
Apa”. Karena semua adik-adik belum pernah memainkan permainan tersebut, maka kami
ajarkan merekasecara perlahan. Seiring berjalannya waktu, mereka mulai dapat
mengikuti alur permainan tersebut. Justru mereka semangat sekali hingga suara
mereka terdengar sampai ke kelas sebelah. Dan saking semangatnya, mereka tidak
mau kalah satu sama lain dan melakukan permainan ini berkali-kali.
Akhirnya mereka kelelahan juga setelah memainkan “Sedang Apa” berkali-kali
hingga ada salah satu anak yang memberikan ide permainan Charlie. Kami
kurang mengetahui seperti apa permainan tersebut. Tetapi semua anak meminta
untuk memainkan permainan tersebut. Dan kami pun mempersilakan adik-adik itu
untuk menampilkan permainan tersebut.
Semua anak berkumpul di depan dan duduk melingkar. Di tengah mereka ada selembar
kertas serta empat buah pensil untuk memainkan permainan tersebut. Ternyata,
permainan tersebut merupakan permainan memanggil roh atau makhluk halus. Kegaduhan
kelas pun dimulai. Salah satu siswa secara tiba-tiba terjatuh lalu kesurupan. Beberapa
siswa mengatakan bahwa makhluk halus itu datang dan berada di ruang kelas
tersebut. Semuanya panik, terjadilah kesurupan berantai.
Karena kondisi kelas sudah tidak kondusif,kami pun meminta bantuan LO
Gemapedia untuk membantu kami. Parah sekali kondisi kelas saat itu hingga
menimbulkan korban yaitusiswa mimisan akibat terbentur lantai. Kami pun
mengantar siswa tersebutke kamar mandi.Namun seisi kelas ingin ikut mengantar
siswa tersebut ke kamar mandi. Dengan sekuat tenaga kami menahan pintu agar
mereka tetap berada di dalam kelas.Seperti memiliki kekuatan super, mereka
berhasil lolos dan ikut lari mengikuti anak tersebut ke kamar mandi.
Salsa dan Adin pun berbagi tugas. Salsa mengajak siswa yang masih sadar
untuk tetap memainkan permainan tradisional yaitu ular naga dan Adin berusaha menyadarkan
siswa yang kesurupan. Meskipun kami berdua sudah berbagi tugas, kami masih saja
kewalahan menghadapi mereka. Maka dengan sangat terpaksa kami memanggil salah
satu guru untuk membantu kami. Ketika guru itu datang, tiba-tiba anak tersebut
sadar dan langsung kembali ke tempat duduk.
Namun masih ada satu masalah lagi,yakni salah satu siswa menghilang. Kami
pun berkeliling sekolah mencari siswa tersebut dan ternyataiasedang bersembunyi
di bawah meja guru. Dari segala hal yang terjadi hari itu kami baru mengetahui
bahwa mereka sedang memainkan drama di kelas sebagai sambutan dari mereka untuk
kami. Itulah cerita kami sebagai pengajar kelas 2 dengan segala drama yang ada.
Selanjutnya kelas 3 yang akan diceritakan oleh Tiara dan Atikah. “Nanti
kita belajar tentang hak dan kewajiban ya?” teriak kami pada siswa kelas 3.
Memang bukan sikap yang tepat sebagai seorang tenaga pendidik untuk berteriak
pada anak didiknya. Tapi apa boleh dibuat jika mereka lah yang membuat kita
untuk berlaku demikian.
Ruang kelas 3dijadikan satu dengan kelas 4. Ditambah lagi mereka dalam
tahap usia yang sedang matang-matangnya untuk beraktifitas lebih. Apapun yang
dilakukan kelas 4, maka kelas 3 juga harus melakukan hal yang sama. Mereka
memang masih sulit untuk saling mengerti satu sama lain. Pada saat pelajaran
sudah dimulai, ada saja tingkah laku mereka yang membuat kami para LD yang
diberi wewenang untuk mengajar dikelas 3 geleng-geleng kepala.
Pernah suatu ketika, pada saat pengabdian diminggu terakhir, Refvo salah
satu anak yang memang masih sulit untuk dikendalikan maju dikelas hanya untuk
mengajak teman-temannya bermain entah apa itu yang mana mereka saling melempar
tas satu sama lain. Bahkan kursi yang seharusnya diduduki oleh guru pun diambil
dan diangkat oleh Deni hanya untuk meramaikan permainan mereka. Saat kami minta
mereka untuk berhenti, dengan pintar merekajawab jika itu adalah sebuah seni
yang biasa dilakukan oleh seorang dukun di Gunung Bromo.
Selanjutnya kelas 4 yang akan diceritakan oleh Dina dan Nuna. Pertama kami
bertatap muka dengan siswa kelas 4 mereka menunjukkan wajah yang ceria dan
tersirat akan penyambutan “Selamat datang”. Banyak hal yang berkesan saat
pengabdian pertama dengan siswa kelas 4.
Ada satu siswa yang ditakuti oleh teman-temannya. Ia bernama Mawan. Jadi,
Mawan merupakan seorang anak yang terkesan seenaknya sendiri, tetapi dibalik
sikapnya yang seperti itu, ia merupakan anak yang sangat bersemangat dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran. Suatu waktu, pernah kamiberbincang bersama dengan
adik-adik kelas 4 di jam istirahat dan ada seorang siswa yang bertanya kepada
kami, “Kakak agamanya apa?” Sempat kami terkejutmendengarkan pertanyaan polos
siswa tersebut.Karena kami mengenakan hijab dan masih diberikan pertanyaan
seperti itu.Di luar dugaan mereka malah menjelaskan panjang lebar mengenai
agama yang dianutdan agama yang ada di sekitar mereka. Dari mereka kami belajar
bahwa dengan sambutan yang menyenangkan maka akan dihasilkan energi
kebahagiaan, Dari mereka kami juga belajar bahwa perbedaan bukanlah sesuatu
yang patut untuk dipermasalahkan.
Kelas 6 dipegang oleh Bisri dan Ika. Dibanding kelas lainnya, siswa kelas 6
lebih kondusif dalam mengikuti pembelajaran. Mereka memiliki semangat belajar
yang tinggi sehingga memudahkan bagi kami dalam mengajar mereka.Apapun media
yang kami gunakan mereka selalu antusias dalam mengikuti pelajaran.Meskipun
secara keseluruhan pelaksanaan belajar mengajar di kelas 6 berjalan baik, tetap
saja ada beberapa halyang menarik untuk diceritakan dan terjadi di dalam kelas.
Lesmana merupakan siswa yang cukup pendiam di kelas namun saat ia bermain
bersama teman-temannya ia bisa berbaur dengan baik. Hanya saja saat mengikuti
kegiatan pembelajaran ia akan menjadi sangat diam dan tidak dapat mengungkapkan
isi pikirannya dengan baik. Kami selaku pengajar pun berusaha membuat Lesmana
untuk lebih komunikatif dalam mengikuti kegiatan belajar dengan mengajaknya
berkomunikasi sesering mungkin. Saat kami menunjuk Lesmana untuk membacakan
teks yang telah kami berikan sontak saja teman sekelas menyorakinya. Hal
tersebut terjadi karena tidak biasa bagi mereka untuk melihat Lesmana menjadi
pusat perhatian. Selesai membaca Lesmana duduk kembali ke tempatnya dan
menunduk selama mengikuti pembelajaran sampai akhir. Hingga ia keluar kelas
tanpa berpamitan kepada kami saat pembelajaran telah usai.Bisri selaku pengajar
di kelas 6 pun berinisiatif mengajak anak-anak kelas 6 untuk datang ke rumah
Lesmana dan bersama-sama meminta maaf. Setelah kejadian itu kami pun memberikan
pemahaman kepada siswa bahwa hal yang mereka lakukan itu termasuk bully
kepada teman dan hal itu tidak boleh dilakukan.
Di pertemuan kedua kami baru menyadari bahwa ada beberapa anak yang tidak
naik kelas dikarenakan sering membolos, salah satunya Yoga. Selain membolos
ternyata Yoga juga belum lancar membaca. Setelah mengetahui hal tersebut kami
pun lebih sering menunjuk Yoga ketika kegiatan belajar berhubungan dengan
membaca. Di luar jam kelas pun Yoga juga mendapatkan bimbingan membaca dari
buku cerpen yang dibawa kak Cici salah satu LO Gemapedia. Berkat itu semua,
kini Yoga sudah semakin lancar membaca.
Bagian yang paling berkesan dan membuat kami terharu adalah di akhir
pengabdian kami. Jadi setelah membuat hasta karya kami melakukan sesi foto
bersama dengan hasil karya yang telah dibuat. Tiba-tiba mereka memberikan kami
sebuah gulungan kertas yang diikat pita berwarna kuning. Gulungan kertas itu
berisi kesan pesan mereka selama belajar bersama kami. Dengan mata yang tak
kuasa menahan air mata mereka menangis dan memeluk erat kamipadahal belum
waktunya bagi kami untuk berpamitan dengan mereka. Jujur kami pun tak menyangka
bisa memberikan kesan yang mendalam kepada siswa kelas 6 hingga berat bagi
mereka untuk berpisah dengan kami.
Setiap pertemuan pasti ada perpisahan, begitu pula dengan kisah pengabdian
kami. Prosesi berfoto sambil berpamitan dilakukan dilapangan SDN 1 Ngadas,
didampingi oleh para guru dan siswa yang berbaris rapi diposisinya
masing-masing.Mendengar nyanyian-nyanyian perpisahan, sambutan perpisahan dari
LD maupun LO. Kami para LD bersuka cita, tertawa bahagia dan suasana menjadi
haru ketika melihat siswa-siswi yang menangis tidak rela untuk berpisah dengankami.Di
lapangan kami melakukan perpisahan dengan adik-adik di SDN 1 Ngadas. Dalam hati
terselip beberapa penyesalan, meninggalkan cerita pengabdian yang begitu
mengasikkan dan sejujurnya ingin kami ulang kembali, memperbaiki diri dan
mengajarkan ilmu dengan lebih baik lagi.
Episode kehidupan baru akan kami jalani. Awal baru bagi kami sebagai LD,
kakak-kakak LO, dan juga untuk murid-murid kami yang sedang mengejar masa depan
yang cerah.Ini bukanlah akhir. Tapi inilah awal yang sebenarnya dalam kehidupan
yang kita jalani. Tetap semangat dalam menghadapi masa depan yang masih menjadi
misteri dan cita-cita yang tinggi setinggi awan-awan di kaki Gunung Bromo ini.
"Bangga Mendidik, Mengabdi, dan Menginspirasi Anak Bangsa"
Komentar
Posting Komentar